Subak adalah
MASYARAKAT Hindu di Bali adalah komunitas yang tidak begitu fasih mengucap terima kasih dengan kata-kata terutama atas berkah yang diterima dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tetapi, ucapan terima kasih lebih sering diwujudkan dalam bentuk persembahan berupa banten yang diaturkan dengan didasari hati yang tulus ikhlas atas rasa bakti. Bahkan, dalam semua aktivitas kehidupan masyarakat Bali yang memeluk Hindu, selalu diawali dengan mabanten.
Banten inilah bahasa sekaligus penanda syukur, bakti, pengakuan dan penyadaran atas karunia Ida Hyang Widhi, Sang Maha Pencipta. Demikian pula yang terjadi pada kehidupan petani subak. Begitu air menyentuh petak-petak sawah, petani subak telah mengucapkan syukur dengan banten dalam upacara yang disebut magpag toya, penyambutan sang air.
Ini berlanjut pada tahap menyemai benih (mamulih, ngurit), lalu mulai bekerja di sawah untuk menanam padi (ngendagin, memasul), dan mulai menanam padi (nandur, mamula). Bila semua lancar, ketika padi menjelang menguning ditandai dengan benten biukukung, hingga menjelang panen (ngadegang Dewa Nini). Bila ada wabah hama, mereka pun menggelar upacara neduh atau nangluk merana. Sementara setelah padi dituai dan disimpan di lumbung juga dipersembahkan ke hadapan Dewi Sri, sang dewi kesuburan dan kemakmuran, banten saat hari Batari Sri.
Semua itu dilakoni masing-masing anggota subak. Untuk ditingkatkan yang lebih luas para petani akan bergabung untuk melaksanakan kegiatan upacara di pura yang berkaitan dengan pertanian seperti di Pura Bedugul, Pura Ulun Suwi atau Pura Ulun Empelan. Lebih luas lagi, upcara yang diikuti petani meningkat hingga upacara untuk seluruh Bali yang dipusatkan di Pura Ulun Danu.
Dalam pandangan masyarakat Hindu di Bali yang menganut paham Siwaistis membuat petani-petani subak ini meyakini, bahwa daur air bermula dari gunung yang ditampung di danau sebagai bendungan alam. Air dari sana ini kemudian menyembul menjadi mata air dan mengairi sungai-sungai, parit hingga akhirnya bermuara di waduk mahaluas, samudera. Itu sebabnya para petani subak memuliakan air sebagai cipataan Hyang Widhi.
Airlah yang menjadikan tanah gembur, tanaman subur, berbuah ranum. Itu sebabnya air di-pagpag saat pertama kali mencium hulu petak sawah (panglapan) dengan pengharapan agar memberi daya hidup (mana). Setahun sekali saban purnama kadasa, subak-subak se-Bali menggelar ritus ngusabha di Ulun Danu. Di hulu pusat air atau manusia Bali mengucap syukur atas anugerah hidup yang telah diberikan Hyang Widhi dalam penampakan sebagai Wisnu, sang dewa air.
Di hulu itu syukur diaturkan tidak dengan kata terima kasih, tetapi dengan persembahan banten yang terdiri atas hasil-hasil bumi, berkat daya hidup sang air. Ritus, karenanya menjadi ekspresi disiplin sikap bakti atas anugerah hidup. Di sana spirit rasa kesatuan dan keseia-sekataan dihidupkan, rasa kebersamaan serta kesederajatan manusia dikentalkan. Pada subak-subak tertentu di Jembrana, Buleleng dan Karangasem, spirit rasa kemanusiaan pawongan dilakonkan antarsesama petani Bali, tetapi juga bersama-sama dengan petani-petani subak non-Bali, non-Hindu.
Jaga Keseimbangan EkosistemSelain banten, subak juga memiliki segudang kebijaksanaan yang menjaga keseimbangan ekosistem sawah. Bahkan di Kabupaten Jembrana dan Karangasem, subak amat ketat mengatur petani. Misalnya, ada awig-awig pelarangan pembakaran jerami limbah panen. Bila jerami ini tidak dimanfaatkan pada saat penanaman palawija, akan ditumpuk di sepanjang pematang sawah sampai menjelang musim tanam padi berikutnya.
Jerami ini pun ketika sampai pada masa tanam berikutnya bisa digunakan sebagai pupuk kompos bagi lahan sawah petani bersangkutan. Dari jerami ini pula bisa muncul binatang-binatang air yang subur seperti cueng, klipes, becing-becing dan belut. Artinya, bahwa pelarangan pembakaran jerami memberi peluang bagi tumbuh suburnya daur hidup ekosistem makhluk air di sawah. Ini berarti pemanfaatan alam tidak harus merusak lingkungan.
Kearifan berwawasan alam menyeluruh dan berlanjut ini sayang dicampuri oleh pemerintah. Jerami-jerami kemudian dibakar atas alasan untuk menantikan siklus penyakit, padahal pembakaran jerami di sawah membuat tanah kering dan kental. Makhluk-makhluk pengurai pun di dalam tanah akan mati sehingga tak akan mengalami daur hidup yang sempurna. Akibatnya, kesuburan tanah akan berkurang dan ujung-ujungnya jumlah produksi pun akan menurun.
Petani subak pun memiliki pandangan yang berwawasan kesemestaan dalam mengelola dan mengelola alam. Wawasan kesemestaan di sini tampak terbentuk demikian kental oleh falsafah hidup petani yang mengutamakan keseimbangan dan bakti ke hadapan sang maha pencipta, asah-asih-asuh terhadap sesama umat manusia atau sesama petani subak dan rungu dengan terhadap alam lingkungannya. Dalam konsep Hindu hal ini dikenal dengan tri hita karana.
Falsafah hidup ini diwujudknyatakan dari satuan terkecil hingga satuan terluas dalam berbagai lapisan. Dari orang per orang anggota subak, kesatuan anggota satu subak hingga kesatuan seluruh anggota subak-subak di seantero Bali. Dari petak sawah per anggota subak lalu meningkat ke petak-petak sawah wilayah satu organisasi subak seluruh Bali. Kearifan hidup yang digagas leluhur Bali sejak abad ke-9 inilah yang dituangkan dalam awig-awig subak.
KODE PPC ANDA![Digg](http://i191.photobucket.com/albums/z76/tipsfornewbloggers/digg.gif)
![Technorati](http://i191.photobucket.com/albums/z76/tipsfornewbloggers/technorati.gif)
![del.icio.us](http://i191.photobucket.com/albums/z76/tipsfornewbloggers/delicious.gif)
![Stumbleupon](http://i191.photobucket.com/albums/z76/tipsfornewbloggers/stumbleupon.gif)
![Reddit](http://i191.photobucket.com/albums/z76/tipsfornewbloggers/reddit.gif)
![Blinklist](http://i191.photobucket.com/albums/z76/tipsfornewbloggers/blink.gif)
![Furl](http://i191.photobucket.com/albums/z76/tipsfornewbloggers/furl.gif)
![Spurl](http://i191.photobucket.com/albums/z76/tipsfornewbloggers/spurl.gif)
![Yahoo](http://i191.photobucket.com/albums/z76/tipsfornewbloggers/yahoo.gif)
![Simpy](http://i191.photobucket.com/albums/z76/tipsfornewbloggers/simpy.gif)
Posting Komentar